Jumat, 23 Januari 2015

7 Pikiran Negatif yang Harus Dihilangkan Solo Traveler

photo by Helga Weber flickr.com
photo by Helga Weber flickr.com
Pengalaman pertama pasti menjadi sesuatu yang lebih berkesan dari apapun. Bingung, terlihat bodoh, tidak tahu harus melakukan apa, itulah yang menimpa saya ketika menjajal solo traveling pertama.
Kalian tentu berpikir, seorang backpacker yang menyukai tantangan adalah pribadi mandiri yang tak takut apapun. Percayalah, orang yang menjajal menjadi seorang solo traveler juga manusia biasa. Rasa takut, khawatir, dan bingung adalah hal yang manusiawi.
Traveling memang hobi yang universal, hampir semua kalangan menjajal hobi tersebut. Dari seorang extrovert hingga introvert sekalipun. Keduanya memiliki cara tersendiri untuk menikmati perjalanannya. Tapi, apakah bisa menikmati perjalanan bila muncul pikiran negatif tentang daerah yang dituju?
Traveling bersama travelmate pun tak menjamin bahwa kita akan terhindar dari masalah serta terbebas dari rasa was-was, terlebih apabila melakukan perjalanan ke sebuah tempat asing seorang diri, rasa khawatir mungkin saja akan berlipat.
Membaca timeline di akun Facebook, saya agak tergelitik, salah satu status mengatakan bahwa traveler sejati belum lengkap apabila tidak menjajal menjadi seorang solo traveler. Sangat prinsipel sekali. Saya berani menjamin bahwa untuk menjadi seorang solo traveler tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Terlebih jika kamu tidak memiliki kenalan atau tidak menguasai bahasa asing.
Situasi tersebut bisa jadi memancing munculnya pikiran-pikiran negatif di kepala. Berikut beberapa kekhawatiran yang bisa saja kamu rasakan selama perjalanan solo traveling perdanamu;

1. Saya Cemas Bila Tidak Dapat Bersahabat dengan Penduduk Lokal

Perbedaan kultur dan bahasa agak membebani kepala saya waktu itu, saya merasa takut apabila mereka tidak dapat menerima kehadiran saya. Bagaimana bila mereka sangat sinis hingga enggan bercengkrama dengan saya apalagi memberikan tumpangan untuk bermalam.

2. Terlihat Bodoh Ketika Gadget Tidak Dapat Berfungsi

Bagi seorang solo traveler, gadget adalah benda mati yang bisa beralih menjadi seorang teman. Banyak aplikasi-aplikasi yang dapat berubah menjadi “dewa” saat saya bingung hendak melakukan apa.
Mendengar peringatan low battery, berbagai pikiran negatif seketika muncul, bagaimana bila saya tersesat, saya tidak dapat menelvon pihak hotel, atau memanggil taxi untuk menjemput.

3. Semua Orang Memperhatikan Setiap Langkah Saya

Selalu mencolok perhatian, begitulah gambaran traveler yang saya lihat ketika di kereta. Biasanya saya pun agak terpancing untuk memperhatikan traveler dengan ransel besar, kaos santai, celana pendek, dan kaca mata hitam.
Bagi seorang solo traveler perdana, kepercayaan diri sangatlah diuji. Kamu harus siap untuk diperhatikan beberapa orang yang berpapasan denganmu, apalagi jika perawakanmu sangat kontras berbeda dengan warga lokal.

4.Saya tidak dapat membedakan orang baik atau orang yang berniat buruk

Teringat isu-isu di India tentang pemerkosaan terhadap turis asing, serta maraknya pencopetan di Barcelona. Setiap pemberitaan saya yakin memiliki tujuan baik, agar semua orang lebih waspada di segala keadaan.
Kadangkala saya sulit membedakan antara waspada dengan berprasangka buruk. Everything has surprise, hidup ini soal kejutan. Apa yang ditemui selama perjalanan tentu belum sama dengan apa yang ada di pikiran kita.

5. Saya tidak dapat menjamin makanan yang masuk ke dalam tubuh

Persoalan makanan termasuk urusan fatal ketika melakukan traveling, apa yang dimakan tentu akan berdampak pada reaksi tubuh. Selektif merupakan kunci utama untuk menghindar dari penyakit yang berhubungan dengan pencernaan. Itulah mengapa saya mengangap mie instant dan soda sebagai makanan haram untuk sementara.
Masalahnya adalah, ketika saya berada di daerah asing, godaan kuliner menjadi hal yang sulit untuk ditolak dan saya tidak tahu apakah makanan tersebut steril dan baik untuk tubuh saya atau tidak.

6. Saya takut kehilangan barang yang menempel di tubuh

Sulit untuk menjadi santai ketika menjadi solo traveler untuk pertama kalianya. Saya tidak bisa tidur di sebuah kendaraan umum ketika sedang bosan karena menyimpan perasaan was-was kehilangan barang bawaan. Biasanya berbagai upaya saya lakukan, seperti meletakkan sejumlah uang di beberapa tempat rahasia, seperti membuat sobekan di bagian kerah dan menyimpan uang di sana.

7. Saya takut tidak dapat mengelola keuangan

Dari sekian kekhawatiran inilah yang paling umum terjadi. Uang memang bukan segalanya ketika melakukan perjalanan, tapi realitanya segalanya membutuhkan uang.
Satu lagi kekhawatiran saya yang paling besar di antara ketujuh poin tersebut adalah “tidak dapat menikmati perjalanan”, ketakutan kali ini bukan datang dari pikiran-pikiran negatif saya, tetapi sebuah motivasi untuk berpikir positif agar pikiran-pikiran negatif tersebut lenyap.
Hal mendasar dari traveling adalah menikmati perjalanan, apabila kita telah menikmatinya, maka kita dapat dengan mudah menyerap esensi perjalanan tersebut. Toh, kenyataan belum tentu seburuk apa yang kta pikirkan. Tentu tidak mudah menjadi solo traveler, tapi bukan berarti tidak dapat dilakukan.
Tetaplah teguh pada prinsip tak ada masalah tanpa solusi, yakinkan diri bahwa setiap petualangan memiliki ending yang baik, berpositif thinkinglah setiap langkah dan keputusan yang kamu ambil. Ingatlah pada niat awal melakukan traveling, sekarang, mari bersenang-senang!

By Prameswari Mahendrati • January 23, 2015

Kenali Pacarmu Lewat Traveling

photo from www. nomadic-2.com
photo from www.nomadic-2.com
Tak sedikit  saya temui beberapa traveler yang menjadikan pacar sebagai travelmate. Tentu saja siapa yang tak suka bepergian dengan orang terdekat apalagi kita sukai. Begitupun dengan saya. Perjalanan akan semakin terasa menyenangkan dan waktu akan lebih cepat berlalu.
Tapi, pacar hanyalah sekedar travelmate, baik pacar ataupun teman keduanya membutuhkan kesolidan atau chamestry agar segala masalah dalam perjalanan dapat terlampaui dengan baik. Sudah jadi cerita lama kalau traveling bak ladang munculnya masalah, dari barang bawaan yang terlupakan, estimasi waktu yang tidak tepat dengan rencana, pengeluaran biaya tak terduga, terpisah dari travelmate, hingga menjumpai orang-orang yang berniat buruk.
Kesamaan visi misi dan manajemen ego haruslah seimbang antara satu sama lain karena hal-hal di luar teknis tidak hanya berpengaruh pada keberhasilan traveling, tapi juga berpengaruh terhadap hubungan kita dengan travelmate.
Sadar atau tidak sadar, jika kamu peka, berpetualang dengan pacar dapat dijadikan sebuah indikator seberapa kompak dan solid kah hubungan kamu dengan pacarmu ketika traveling. Tentu tidak ada ukuran mutlak untuk mengukur kualitas suatu hubungan, tapi setidaknya traveling bisa dijadikan sebagai ajang untuk mengetahui sifat asli pasanganmu.

1. Seberapa Peka Kalian Berdua

Rasa peka berhubungan dengan tindakan empati kita terhadap seseorang akan kondisi tertentu, terutama saat traveling. Tak menutup kemungkinan kondisi buruk akan menimpa kamu. Kadang kala ada tipe seseorang yang cenderung tidak mengungkapkan apa yang dibutuhkannya dalam beberapa kondisi, terlebih jika kamu atau pacarmu memiliki karakter introvert.
Semakin peka terhadap kondisimu, maka semakin menunjukan bahwa dia adalah orang yang peduli dengan keadaanmu, karena tanpa kamu bilang, ia sudah paham apa yang kamu rasakan dan kamu butuhkan.
Sebenarnya untuk peka terhadap pacarmu tidaklah sulit, cukup perhatikan ekspresi dan tingkah laku yang tidak seperti biasanya, maka kamu akan menemukan sesuatu yang salah dari pacarmu tanpa harus menunggu ia mengungkapkan.

2. Seberapa Hebat Kalian Untuk Menjadi Moodboaster

Mood atau suasana hati seseorang terkadang berubah-ubah, sekalipun saat melakukan traveling. Apalagi jika kamu termasuk seorang yang moody, saya pun adalah orang yang demikian, tentu sedikit masalah akan mempengaruhi suasana hati.
Di sini justru letak tantangannya, kamu dan pacarmu tidak hanya dituntut untuk mengendalikan emosi prbadi, melainkan saling memanajemen dan menjadi moodboaster bagi pasanganmu.
Moodboaster sendiri berhubungan dengan poin pertama, yaitu kepekaan. Semakin kamu cepat tanggap terhadap pacarmu, semakin mudah menjadi penyemangatnya.

3. Yakin Kamu Sudah Mengenal Dia Luar dan Dalam?

Lamanya sebuah hubungan bukan berarti menjamin kamu mengenal dia luar dalam. Kuantitas bukan segalanya untuk menjamin kualitas. Melalui traveling bersama, setidaknya akan muncul beberapa sifat asli dari pasanganmu. Apakah ia tipe pemarah, penyabar, bertanggung jawab, atau cuek.
“Kadangkala, keadaanlah yang akan memaksa kamu untuk tahu karakter dan sifat dari pacar ketika menyikapi masalah selama dalam perjalanan”

4. Hemat atau Pelit?

Saya pernah mendengar selentingan bahwa antara hemat dengan pelit itu berbeda tipis. Hemat itu cenderung paham bagaimana cara mengatur keuangan, mana yang perlu dikeluarkan, mana yang tidak, sedangkan pelit mengacu kepada enggan mengeluarkan uang walaupun untuk kebutuhan urgen.
Ketika traveling, biasanya ada pengeluaran-pengeluaran tak terduga, paling tidak itulah yang sering menimpa saya. Kamu bisa melihat apakah pacarmu seseorang masuk ke dalam criteria yang mana.

5. Pilih yang Sempurna atau Melengkapi?

“Tak ada manusia yang sempurna” begitulah kita, selalu ada kelebihan dan kekurangan dari tiap individu. Begitupun ketika melakukan traveling, tak pernah saya rasakan perjalanan lancar tanpa masalah. Sekecilpun masalah itu selalu saja muncul.
Kalau kamu mencari kesempurnaan perjalanan dengan pacarmu, sewa saja tour guide yang akan mengatur segala perjalananmu, dari transport, akomodasi, makan, dan kunjungan wisata.
Apabila kamu pernah merasakan backpacker, maka kamu akan merasakan apa itu arti saling melengkapi kekurangan satu sama lain, sehingga perjalananmu semakin beresensi. Pengertian akan kekurangan dan berusaha melengkapinya berarti kamu sedang berlatih untuk hidup di titik 0.
Di mana kamu dan pacarmu sedang berposes untuk membentuk kesempurnaan dari ketidaksempurnaan lewat traveling.

6. Berat Sama Dipikul, Ringan Sama Dijinjing

Menyelesaikan masalah secara sepihak ketika sedang di daerah yang asing hanya akan membuatmu semakin stress dan travelingmu akan berantakan. Travelmate berarti melakukan perjalanan secara bersama-sama, bukan kamu yang membimbingnya atau sebaliknya. Masalah berat akan semakin ringan apabila dipecahkan bersama-sama, bukan mengandalkan salah satu dari kalian.

7. Seberapa Terbuka Kalian

Hilangkan rasa gengsi dalam sebuah perjalanan karena kunci utama kelancaran perjalanan adalah saling terbuka terhadap pasangan. Apabila pacarmu kurang memiliki kepekaan terhadap kondisimu, jangan ragu untuk bicara apa yang kamu rasakan untuk menghindarkan diri kalian dari masalah berkepanjangan.
“Tingkat kualitas sebuah hubungan kamu dengan pacarmu sebenarnya tergantung bseberapa jauh kalian mengenal dan memahami antara satu sama lain”
Travelisng hanyalah sebagai salah satu media untuk mengetahui karakter dan sifat satu sama lain, selebihnya kalianlah semua ada di tangan kalian.

By Prameswari Mahendrati • January 23, 2015

Ketika Backpacking Berujung Cinta Lokasi

Prameswari Mahendrati • January 12, 2015

couple-backpacking
photo from www.maion.com
Kuteguk satu gelas soda sambil menikmati alunan musik jazz. Sudah beberapa tahun semenjak kelulusan, tak kulihat wajah-wajah hangat ini. Selepas kelulusan, kami sibuk dengan destinasi masing-masing. Ada yang masih melanjutkan backpacking, adapula yang langsung mengejar pekerjaan.

Bagaimana dengan saya? Travel writer, itulah yang sedang kucoba tekuni, belajar menulis tentang hobi saya, backpacking, traveling.

Kupandangi satu persatu para sahabatku ini. Vian, kini ia seorang kru stasiun tv yang menangani salah satu program bertajuk traveling. Ozi, sepertinya ia serius menggeluti usaha biro perjalanannya.

“Maaf telat, ternyata kalian masih setia nunggu”, suara yang tak asing di telingaku. Rupanya benar, Alisa dan Randy. Pasangan yang disatukan karena backpacking. Sudah satu tahun mereka menikah.

Berkumpul seperti ini membuatku bernostalgia mengenang masa lalu. Masa-masa di mana kita berpetualang bersama. Berada di tempat asing, bertemu dengan orang asing, menikmati dingin dan terik sinar matahari berasama. Semua memori itu, seperti kaleidoskop yang tak mungkin saya lupakan.

Alisa dan Randy, tak menyangka ternyata mereka seserius ini. Setelah bersama-sama melanglang buana, akhirnya mereka terikat juga. Pandanganku tak mau lepas dari mereka berdua, rasa bahagia juga turut menyertai. Masih sangat jelas teringat ketika backpacking bersama mereka berdua.

Perjalanan ke Blora dan bertemu dengan masyarakat Samin, tersesat di Jakarta  dan ditipu oleh seseorang, menjajal sejuknya Kota Malang, dan teriknya Dream Land, Bali. Semua itu kami tempuh bersama dan menimbulkan benih-benih cinta lokasi di antara Alisa dan Randy.

“Tak ada yang menyangka kapan dan dengan siapa cinta itu hadir. Saya juga tak menyangka akan ditakdirkan dengan orang yang selama ini begitu dekat, ada di antara kita, orang yang memiliki passion sama denganku”. Saya setuju dengan pendapatnya, setidaknya itu dibuktikan dengan pengalaman pribadi.

Kucoba menelusuri sesuatu yang menjadi pemicu mereka bisa terjebak dalam cinta lokasi sebagai sesama backpacker dalam satu petualangan dan tujuan destinasi yang sama.

1. Cinta Hadir Karena Terbiasa

Terbiasa bersama menimbulkan rasa kebersamaan.
“Rasa kebersamaan menimbulkan perasaan saling mengerti”
Saling mengerti akhirnya timbul rasa saling memahami. Kebersamaan yang sering terjadi inilah akan menimbulkan rasa nyaman satu sama lain terlebih ketika melakukan backpacking. Rasa solid akan terbentuk dengan sendirinya. Kebiasaan bepergian bersama-sama inilah yang membuat pertemanan semakin intens hingga menimbulkan perasaan lebih.

2. Memahami Luar dan Dalam

Terlalu sering bepergian dan menghabiskan waktu bersama, secara otomatis kami pun mengenal karakter dan sifat dasar masing-masing. Ozi yang selalu terbuka dan ceplas-ceplos dalam pembicaraan, Vian yang kreatif dan penuh dengan ide-ide gila, Alisa yang selalu kalem dan tenang, Randy yang bijak dan selalu menjadi penengah.
“Masing-masing memiliki kriteria dan kecocokan, sehingga tidak menutup kemungkinan akan timbul ketertarikan dengan karakter dan sifat teman sesama backpacker”

3. Visi dan Misi yang Sama

Ketika seseorang atau suatu kelompok memiliki hobi atau passion sama dengan tujuan yang sama. Maka kecocokan atau chemistry akan semakin timbul di antaranya.
“Entah berujung pada persahabatan atau bisa lebih, seperti kedua sejoli ini”

4. Tidak Ingin Repot

Seseorang yang terjebak cukup lama dalam kebersamaan tidak ingin repot-repot mencari seseorang yang baru dikenal dan berusaha mengenal lebih dalam dari semula. Itulah yang dikatakan Randy pada kami. Ia tak mau ambil pusing memikirkan seorang pasangan.
“Ia sudah cukup nyaman dengan wanita yang hampir setiap waktu ada di depannya”
Cinta memang kata yang sulit untuk dideskripsikan. Setiap orang memiliki persepsi masing-masing dengan kata tersebut, termasuk backpacker. Backpacker juga manusia yang sewaktu-waktu dapat jatuh cinta, entah dengan orang yang baru dikenalnya ketika perjalanan atau seseorang yang selalu disampingnya saat berpetualang.

Entahlah, backpacker juga tidak melulu membicarakan mengenai keindahan suatu destinasi. Kami juga banyak membicarakan topik lain. Cinta salah satunya, nilai-nilai, dan makna kehidupan, sesuai dengan apa yang kami pahami.

10 Tips Yang Wajib Diketahui Buat Pendaki Pemula

20130519_054415
Sekali-sekali kamu harus naik gunung (Gie, 2005)
Indonesia, negeri kita ini menyimpan sejuta pesona. Salah satu spot keindahan yang tersembunyi, yang tidak semua orang bisa mendapatkannya adalah pemandangan dari puncak gunung. Ya, Indonesia memiliki ratusan gunung, puluhan diantaranya adalah gunung berapi. Nggak heran kalau Indonesia dijuluki sebagai Ring of Fire Country – Negeri Cincin Api-.
Naik gunung akhir-akhir ini menjadi alternatif  traveling bagi anak muda, selain karena murah, keindahan alamnya bikin wahana wisata buatan seseru apapun menjadi nggak ada nilainya. Namun, naik gunung bukannya tanpa bahaya lho. Banyak berita kecelakaan mendaki gunung, seperti tersesat, jatuh ke jurang, hipotermia, dan lain sebagainya.
Beberapa faktor dari kecelakaan ketika mendaki gunung adalah ketidaktahuan, dan ketidakpedulian dari para pendaki itu sendiri. Kamu pengen naik gunung tapi masih pemula? Tenang, Jejakku akan memberikan tips-tips mendaki gunung yang akan mengurangi risiko kecelakaan di gunung. Check this out!

1. Luruskan Niat dan Tujuan
Semua diawali dari niat. Apa niatmu naik gunung? Hura-hura? Cari tempat menyepi sama si doi? Atau menjelajah alam untuk mensyukuri dan mengagumi ciptaan Tuhan? Apapun niatmu naik gunung, pastikan itu adalah niat yang baik. Lurus dan kuatnya niat akan membuatmu fisikmu kuat, karena kamu yakin, kamu akan selalu dalam lindunganNya. Tapi kalau niat awalmu udah nggak bener, rasanya akan selalu was was.
Setiap pendaki tentu ingin mencapai puncak gunung yang didakinya. Namun kita perlu camkan dalam hati, bahwa puncak itu bukan segalanya! Jangan sampai karena ingin sampai puncak, kamu meninggalkan rombonganmu yang lamban atau memaksakan diri padahal udah nggak kuat.
Yang terpenting dari naik gunung adalah kita mengagumi indahnya alam, sekaligus mengasah pribadi bersama sahabat sahabat sesama pendaki.

2 Latihan Fisik
Jangan pernah remehkan gunung. Walaupun dari info yang didapat gunung yang mau kamu daki tidak terlalu tinggi, aman, dan lain sebagainya, kamu harus selalu mempersiapkan diri. Kita tidak pernah tahu akan terjadi apa nanti. Persiapan fisik sangat penting agar kita punya kekuatan lebih buat survival. Latih fisikmu minimal 1 bulan sebelum keberangkatan. Jogging sangat disarankan untuk memperkuat daya tahan tubuhmu.

3. Pelajari Info Tentang Gunung
Pelajari info-info penting tentang gunung. Pelajari jalurnya, dimana base camp nya, dan pelajari apakah ada sumber air disana. Periksa juga berita di internet tentang kejadian terakhir di gunung tersebut. Hal ini bisa membantu mu untuk lebih waspada ketika naik gunung.

4. Packing yang Bener
Banyak pendaki pemula yang gagal melanjutkan perjalanan di gunung karena hal remeh ini. Packing! Ya, kalau membawa beban terlalu berat, kita bisa kehabisan energi. Kalau membawa beban terlalu ringan? Itu namanya nyusahin teman seperjalanan :)
Ingat bahwa kita mau naik gunung, bukan mau kondangan! Jadi tinggalkan semua make up, parfum, dan semua barang mewah yang tidak perlu. Bawa baju ganti juga nggak usah terlalu banyak, sehari cukup pakai satu stel pakaian. Yang terpenting adalah membawa baju hangat yang cukup, dan baju bahan katun yang menyerap keringat. Hindari memakai pakaian bahan jins karena akan berat ketika basah dan lama keringnya.
Jangan lupa bawa senter, korek api, bahan bakar (bisa gas/parafin), alat makan (seminimalis mungkin), pisau, dan alat tidur (sleeping bag dan matras). Tenda bisa disesuaikan jumlah pendaki.
Gunakanlah carrier atau tas ransel yang kuat dan nyaman. Masukkan barang-barang yang jarang dikeluarkan seperi pakaian ditumpukan paling bawah. Untuk barang yang sering dikeluarkan, seperti minum dan makanan ringan, bisa ditaruh di bagian atas. Ada baiknya barang yang agak berat bobotnya juga ditaruh di bagian atas agar beban mengarah ke pundak, bukan punggung bagian bawah.

5. Bahan Makanan Gunung
IMG_4684

Bawa bahan makanan yang cukup untuk pribadi selama perjalanan. Ada baiknya bahan makanan kelompok seperti beras, minyak goreng, ataupun makanan kalengan dibagi rata. Bawa Air yang cukup, untuk perjalanan 2 hari satu malam, minimal kamu harus bawa 3 botol air mineral besar ukuran 1, 5 liter. Kalau misalnya ada sumber air di gunung, kamu bisa bawa lebih kurang, namun pastikan sumber air tersebut ada sepanjang musim dan pasti letaknya.
Makanan yang cepat saji atau makanan kalengan cocok buat kamu bawa. Selain praktis, tentu makanan ini tahan lama. Selain itu, bawa makanan yang banyak mengandung gula seperti coklat atau jelly karena kamu butuh energi ekstra di gunung.
Buang rasa jijik. Lupakan sedikit tentang higienis karena memasak di gunung itu serba darurat. Jangan mbayangin makanan di- plating kayak di masterch*f yaa. Masih bersyukur bisa makan. Yang terakhir, hargai makananmu, walaupun tidak enak, jangan pernah menyalahkan yang masak. Percayalah, di gunung, bumbu terenak adalah rasa lapar.

6. Gunakan Outfit yang Pas
Gunakan baju berbahan katun yang menyerap keringat dan hindari bahan jins. Jangan lupa bawa jaket tebal, penutup kepala, sarung tangan, syal, dan kaos kaki double. Gunakan sepatu, atau sandal gunung. Sepatu lebih recommended karena akan melindungi kakimu. Namun kalau pakai sepatu, pastikan sepatumu tidak tembus air atau terkena air. Karena air yang terperangkap di sepatu dan udara dingin gunung akan membahayakan kakimu.
Jangan lupa bawa jas hujan, walaupun musim kemarau. Jas hujan bisa menghalau embun masuk ke tendamu.

7. Jangan Sombong, Jangan Sesumbar
Hormati mitos atau kepercayaan masyarakat setempat, walaupun kamu tidak mempercayainya. Kamu harus selalu respek terhadap kepercayaan penduduk, jangan sombong, karena kalau ada apa-apa, merekalah yang pertama kali akan membantumu.
DSC02354

8. Jangan Gengsi untuk Minta “Break”
Banyak pendaki pemula gagal mencapai puncak karena terlalu memaksakan diri. Kalau capek, jangan gengsi! Mintalah break ke rombongan. Lebih baik istirahat sebentar daripada tepar di tengah jalan. Tapi jangan lama-lama break, kalau terlalu lama otot akan menjadi kaku. Maksimal 10 menit kamu harus jalan lagi.

9. Jangan Nyampah!
Ini yang sering dilupakan, karena terlalu capek, seringkali sampah kita tinggalkan di gunung. Buang sampah sembarangan itu nggak asyik bro! Ingat, gunung bukan tempat sampah. Bawa kembali turun sampah-sampahmu, syukur-syukur kamu naik gunung sambil bersih gunung. Tinggalkan Jejak positifmu dong.

10. Jangan Merusak
pic
Banyak pendaki yang tidak sadar, atau tidak peduli, seenaknya saja memetik bunga-bunga gunung seperti edelweis. Apapun alasan kita, kita sedikit banyak telah merusak ekosistem gunung.
Jangan melewati jalur yang tidak resmi! Jalur naik gunung dibuat untuk melokalisir kerusakan dari pendaki, jadi kalau kamu bikin jalur sendiri itu akan merusak ekosistem. Selain itu risiko tersesat juga semakin besar.
Jangan membunuh apapun selain waktu, jangan mengambil apapun selain gambar, jangan meninggalkan apapun kecuali Jejak.
Salam Jejakku!