KOMPAS.com — Sebenarnya tidak ada alasan untuk khawatir atau takut kalau perjalanan liburan akan mengganggu ibadah shalat. Tentang tata cara dan aturan dalam melaksanakan shalat di perjalanan sudah diatur dalam ilmu fikih, misalnya menggabungkan dua shalat dalam satu waktu. Bisa juga menyingkat jumlah rakaat bila terburu–buru.
Kemudian, bagaimana agar bisa melaksanakan shalat dengan nyaman selama perjalanan liburan? Yang pasti, kondisinya tidak akan sama dengan shalat dalam keadaan normal seperti di rumah atau di kantor. Namun, jangan berkecil hati, melaksanakan ibadah shalat di perjalanan justru memberikan cerita dan pengalaman tersendiri dan bisa menambah kekayaan spiritual.
Berikut beberapa persiapan dan tips agar shalat saat liburan menjadi nyaman.
1. Peralatan shalat
1. Peralatan shalat
Persiapkan peralatan shalat yang sederhana. Jika biasanya menggunakan sajadah yang tebal dan bagus, misalnya, selama liburan, bawalah sajadah yang kecil berbahan ringan. Terpenting adalah bisa menjadi alas jidat saat sujud. Terkadang cukup dengan membawa sapu tangan.
Jika membawa sarung, bawalah yang berbahan ringan dan mudah dilipat agar tidak memakan tempat saat disimpan dalam tas atau koper. Perlengkapan lainnya, misalnya Al Quran atau buku zikir, juga bisa dengan membawa yang ukuran kecil agar tidak berat dan mudah dijinjing.
Jangan lupa membawa mukena sendiri bagi perempuan. Harap diingat bahwa tidak semua masjid atau mushala menyediakan mukena yang layak pakai. Di beberapa tempat, terkadang mukenanya lusuh dan kotor. Kondisi ini bisa membuat tidak nyaman.
Sejauh ini, penulis tidak pernah menemukan mukena saat di luar negeri, termasuk di negara–negara Islam dan yang mayoritas penduduknya Muslim. Penulis pun pernah menemukan mukena di beberapa mushala di Malaysia.
Sementara itu, di Indonesia, mukena secara umum mudah ditemukan di masjid-masjid ataupun di mushala-mushala.
Sama dengan tips sebelumnya, bawalah mukena yang berbahan ringan. Biasanya mukena yang cocok di perjalanan adalah mukena yang berbahan parasut. Mukena ini ringan dan bisa dilipat sampai ukuran kecil.
2. Tempat shalat
Jika membawa sarung, bawalah yang berbahan ringan dan mudah dilipat agar tidak memakan tempat saat disimpan dalam tas atau koper. Perlengkapan lainnya, misalnya Al Quran atau buku zikir, juga bisa dengan membawa yang ukuran kecil agar tidak berat dan mudah dijinjing.
Jangan lupa membawa mukena sendiri bagi perempuan. Harap diingat bahwa tidak semua masjid atau mushala menyediakan mukena yang layak pakai. Di beberapa tempat, terkadang mukenanya lusuh dan kotor. Kondisi ini bisa membuat tidak nyaman.
Sejauh ini, penulis tidak pernah menemukan mukena saat di luar negeri, termasuk di negara–negara Islam dan yang mayoritas penduduknya Muslim. Penulis pun pernah menemukan mukena di beberapa mushala di Malaysia.
Sementara itu, di Indonesia, mukena secara umum mudah ditemukan di masjid-masjid ataupun di mushala-mushala.
Sama dengan tips sebelumnya, bawalah mukena yang berbahan ringan. Biasanya mukena yang cocok di perjalanan adalah mukena yang berbahan parasut. Mukena ini ringan dan bisa dilipat sampai ukuran kecil.
2. Tempat shalat
Kalau di Indonesia, tidak perlu khawatir untuk menemukan tempat shalat. Baik di wilayah yang penduduknya banyak yang Muslim maupun tidak, hampir dipastikan selalu ada mushala dan masjid.
Bagaimana kalau liburannya ke luar negeri? Atau liburannya ke alam bebas seperti gunung atau pantai? Yang terpenting adalah jangan canggung. Shalat itu bisa dilakukan di mana saja asal tempatnya bersih. Berbeda dengan di Indonesia, di banyak negara, umat Muslim biasa melaksanakan shalat di tempat umum. Jangan heran bila menemukan orang yang shalat di sudut bandara, pinggir jalan, parkir umum, atau taman kota.
Beberapa pencinta alam justru sengaja mendaki gunung agar bisa melaksanakan shalat di puncak gunung. Shalat di alam terbuka memberikan pengalaman spiritual tersendiri dan lebih mendekatkan diri dengan Sang Ilahi.
3. Arah kiblat
Bagaimana kalau liburannya ke luar negeri? Atau liburannya ke alam bebas seperti gunung atau pantai? Yang terpenting adalah jangan canggung. Shalat itu bisa dilakukan di mana saja asal tempatnya bersih. Berbeda dengan di Indonesia, di banyak negara, umat Muslim biasa melaksanakan shalat di tempat umum. Jangan heran bila menemukan orang yang shalat di sudut bandara, pinggir jalan, parkir umum, atau taman kota.
Beberapa pencinta alam justru sengaja mendaki gunung agar bisa melaksanakan shalat di puncak gunung. Shalat di alam terbuka memberikan pengalaman spiritual tersendiri dan lebih mendekatkan diri dengan Sang Ilahi.
3. Arah kiblat
Hal yang agak sulit adalah menentukan arah kiblat. Namun, ini juga bukan alasan untuk tidak shalat. Umumnya adalah membawa kompas. Mereka cukup melihat posisi matahari dengan mengetahui arah ke Mekkah, apalagi zaman sudah modern. Di alat elektronik atau gadget, sudah tersedia aplikasi arah kiblat yang bisa diunduh.
Rata–rata penduduk Indonesia tahu arah kiblat. Jadi, hal yang lumrah untuk bertanya arah kiblat ialah kepada penduduk lokal Indonesia. Di beberapa tempat, seperti kamar hotel atau tempat peristirahatan, juga biasa ada petunjuk arah kiblat.
4. Waktu shalat
Rata–rata penduduk Indonesia tahu arah kiblat. Jadi, hal yang lumrah untuk bertanya arah kiblat ialah kepada penduduk lokal Indonesia. Di beberapa tempat, seperti kamar hotel atau tempat peristirahatan, juga biasa ada petunjuk arah kiblat.
4. Waktu shalat
Kalau biasanya menunggu azan atau panggilan shalat, selama liburan hal ini mungkin sulit. Selama di Indonesia dan negara tetangga, waktu shalatnya hampir pada jam yang sama. Kalau liburan ke negara yang jauh, apalagi beda benua, jam shalatnya berbeda dengan di Indonesia. Hal termudah adalah melihat matahari, misalnya waktu dzuhur berpatokan pada saat matahari tepat di posisi atas. Bisa juga warna matahari di mana waktu maghrib adalah saat warna matahari sudah di ujung jingga.
Masalahnya, tidak semua negara di dunia memiliki perputaran matahari dan bulan yang seimbang setiap 12 jam. Di Eropa, misalnya, waktu malamnya bisa hanya empat jam. Cara yang paling direkomendasikan adalah mencari informasi sebanyak mungkin tentang waktu shalat di negara yang akan dikunjungi. Biasanya masjid–masjid besar di tiap negara memberikan informasi waktu shalat. Kalau sibuk, kita bisa mengetahui informasinya di laman internetnya. Ini jadi cara yang paling mudah dan aman.
Masalahnya, tidak semua negara di dunia memiliki perputaran matahari dan bulan yang seimbang setiap 12 jam. Di Eropa, misalnya, waktu malamnya bisa hanya empat jam. Cara yang paling direkomendasikan adalah mencari informasi sebanyak mungkin tentang waktu shalat di negara yang akan dikunjungi. Biasanya masjid–masjid besar di tiap negara memberikan informasi waktu shalat. Kalau sibuk, kita bisa mengetahui informasinya di laman internetnya. Ini jadi cara yang paling mudah dan aman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar